Jumat, 10 Juni 2016

Ruang Bingkai

RUANG BINGKAI

Siang itu terasa biasa saja, murid murid SMU Ye Ran masih melakukan aktivitasnya seperti yang sudah sudah, sampai pada akhirnya terdengar suara pecahan kaca yang sangat keras disertai percikan darah di seluruh sisi dinding gedung A SMU Ye Ran.
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah tanpa aba aba langsung menghampiri lokasi kejadian.
“Brenda !!” teriak seorang perempuan yang dilanjutkan oleh teriakan beberapa siswi lainnya yang mengenal Brenda.
Begitu mengenaskannya kematian seorang siswi SMU Ye Ran yang tidak diketahui apa penyebab kematiannya. Banyak isu yang beredar bahwa Bella di dorong dari jendela lantai 3 gedung A, ada pula isu yang mengatakan bahwa Bella tidak sengaja terjatuh dari jendela lantai 3 gedung A.
***
Satu bulan sebelum kejadian.

Hari ini aku akan memulai hidup baru di kota Seoul. Namaku Dow seminggu yang lalu aku pindah ke kota ini bersama ayahku. Setelah jiwa dan fikiranku tenang akibat perceraian orangtuaku akhirnya aku mulai bersekolah lagi. Aku memilih SMU Ye Ran karena itu adalah sekolah yang paling dekat dengan apartemenku.
Dengan penuh pengharapan aku berangkat dengan perasaan senang dan penuh semangat, tak lupa aku sudah menyiapkan makanan kecil dan buku catatan agar aku bisa berbagi makanan dengan teman teman baruku dan merekapun bisa menulis tentang dirinya dan apapun yang mereka mau di buku catatan ku.
Kelasku, berada di  gedung A lantai 2. Senang rasanya banyak yang menyambutku dan aku berharap mereka bisa menyayangi aku untuk menggantikan keretakan jiwaku.
Dua minggu berlalu, dan hidupku mulai terasa ringan sampai akhirnya seorang siswi berambut panjang mengacaukan semuanya.
Ia datang tiba tiba dan ia mengatakan kalau dirinya adalah anak dari ayahku.
Mungkin kalau saja ia mengatakannya dengan perlahan aku bisa mengerti. Tetapi, ia mengatakannya tepat di depan pintu kelasku dan berteriak seraya membuka aib ku. Tidak hanya itu, siswi berambut panjang yang ternyata ku tahu bernama Brenda itu mulai berani menyentuh fisikku ketika aku tak menghiraukan pembicaraannya.
Sore itu perasaanku kacau, ibu yang dulu selalu ada buatku mulai menghilang dan tidak bisa dihubungi, ayah mulai sering pulang pagi dalam keadaan mabuk, teman baruku juga mulai menjauhiku akibat gosip yang Brenda sebarkan agar aku tidak memiliki satu orangpun teman.
 Aku perlu bicara dengan seseorang. Aku perlu didengarkan. Aku mohon.
“hey Dow, si anak parasit. Masih berani datang kesekolah ternyata. Ku pikir setelah aku melukaimu kemarin, kamu gak akan berani kesekolah lagi.”
Seketika itu pula rambutku ditarik olehnya. Sakit rasanya.
“kamu gak pantes ada di sini, diantara kita. Kamu itu parasit liar !”
Aku yang tidak mampu menahan amarah langsung lari sekencang kencangnya kearah rumah. Masih terdengar suara Brenda yang meracau tak jelas karena ku tinggalkan dia begitu saja.
Jiwaku yang murka sudah menanamkan rasa benci padanya. Karena dia, hidupku menemui kegelapan lagi dan aku bersumpah akan membalasnya demi apapun serta dengan cara apapun.
Dulu saat aku tinggal di kota Gyeongju, ada mitos yang sangat terkenal untuk membalas dendam. Yaitu saat kau tidur dengan foto seseorang yang kau benci, di bawah bantalmu, kamu akan menemukan sebuah ruangan yang berisikan foto foto seseorang yang tergantung dengan mata yang tertutup dalam mimpimu, dan kamu akan berdiri di depan pintu ruangannya sambil membawa foto seseorang yang kamu bawa tidur. Gantungkanlah foto itu, maka dendammu akan terbalaskan dengan cara yang sadis, tergantung pada seberapa dendam yang memenuhi hatimu. Semakin besar rasanya maka semakin sadis pula kematiannya.
Aku berfikir semalaman untuk mitos itu. Apakah aku bisa melakukannya atau itu hanya sekedar mitos. Tapi apa salahnya kalau aku mencobanya? Aku tidak akan tau kalau aku tidak mencoba untuk membalaskan dendamku.
Cermin kamar mandiku mulai berembun oleh uap air sampai aku tidak jelas melihat diriku didalamnya. Pikiranku kacau, dendam yang menyelimutiku telah menunjukkan kekuatannya dan membawaku ke sebuah ruang bingkai. Ini nyata, maka tanpa perhitungan lagi ku gantungkan saja fotonya di ruang itu dengan segala rasa dendam.
***
Pagipun menjelang menyambut terangnya sinar matahari, namun tidak bagiku yang sudah di gelapkan oleh kemurkaan.
Sekolah berlanjut seperti biasanya.
Sehari
Tiga hari
Seminggu
Aku bosan menunggu, karena tak ada reaksi apapun terhadap Brenda dan dia pun terus saja menghinaku dan memperbudakku. Aku bingung, rasa dendamku semakin menumpuk tanpa adanya pembalasan, sedangkan aku telah memasuki ruang bingkai dan menggantung fotonya. Memang, didalam mimpiku itu hanya bingkai Brenda yang belum menutup matanya, ahh... apa yang harus aku lakukan. 
Hari ini aku tidak masuk sekolah, muka ku lebam oleh Brenda karena kemarin aku dijebak lagi saat pulang sekolah. Ayah tidak perduli lagi dengan keadaan anaknya, ia pulang hanya untuk mengganti baju dan mengambil uang saja untuk mabuk bersama teman temannya.
Keesokan harinya akupun tidak masuk sekolah lagi, karena aku yang sedang frustasi ini menampakan wajah yang pucat menyeramkan dengan bulatan mata menyerupai rongga seperti tengkorak berjalan. Lalu, mana mungkin aku pergi kesekolah dengan keadaan begini.
Aku tak henti hentinya memandang foto wajah Brenda yang ada di dalam genggaman tanganku, sekuat dendam aku menggenggam dan membelahnya menjadi beberapa bagian kecil dan seketika itu pula aku jatuh dari kursi dan memejamkan mata.
Ternyata, terbelahnya foto Brenda adalah kunci mengapa ia tak kunjung mendapatkan kematiannya yang sadis. Dan dengan terbelahnya foto Brenda pula yang membawa aku kedalam ruang bingkai dan menyaksikan mata Brenda tertutup di dalam bingkai.
***
Keesokan harinya.

Langkahku semakin berat ketika jalan menuju sekolah yang kubenci. Sesampainya, aku masih melihat Brenda di sudut kiri pojokan sekolah yang sedang duduk santai bersama teman temannya. Terlihat wajahnya sangat pucat namun ia masih bisa tertawa serta melirik tajam kearahku. Aku tidak menunjukan reaksi apa-apa, yang bisa ku lakukan hanya terus menunduk dan terus berjalan lurus kearah tangga.
Namun, sebelum aku sampai tangga...
“Kaca ! Awas ada kaca jatuh” teriak seorang gadis yang sedang bersama Brenda.
“PPRRRAAAANNNKKKKKKKK... “
‘zzrraaaasshhhhh’
“Brendaaa... !”
“Ah Brenda !”
Sekelibat kilatan putih melewati lorong lantai 3, dan di salah satu jendela terlihat wajah diriku dengan senyum sinis kearahku lalu menghilang.
Bajuku terkena cipratan darah Brenda. Astaga, bahagia sekali rasanya. Dendamku sendiri yang membawanya menghadap kematian tragis.
Hari ini sekolah tiba tiba saja diliburkan dengan alasan kematian gadis sialan itu. Cihh, pikirku Brenda memang pantas mati dengan cara seperti ini. Dia yang selalu membanggakan wajahnya kini hancur tak berbentuk oleh kaca yang menancap serta tubuhnya tak bisa lagi menyentuhku dengan seenaknya karena telah terbaring pasrah diantara darah yang mengalir.
Aku senang, sangat senang. Malam ini aku tak perlu bingung lagi dan aku akan tidur dengan nyenyak.
***
Tunggu? Mengapa fotoku ada di ruang bingkai? Siapa yang menggantungnyaaa... ! 
“hah... hah... aku mimpi buruk? Gak! Itu gak mungkin! Siapa yang menggantung fotoku?”
Sudah empat hari berlalu aku selalu tak bisa tidur. Aku selalu berada di kamarku tanpa melakukan aktivitas apapun karena aku ingin kembali ke dalam mimpiku dan menurunkan bingkai fotoku sendiri, entah sudah berapa botol obat tidur yang kuminum, namun aku tak pernah tertidur. 
Aku takut berakhir seperti Brenda, aku tak menyakiti siapapun, mengapa ada seseorang yang menggantungkan wajahku disana? 
Botol botol obat tidur berserakan di sekitar kasurku dan aku masih saja belum bertidur setelah meminum 4 botol sekaligus. Ini membuat aku takut. Tapi apa yang lebih menakutkan adalah harus menjalaninya setiap hari. Aku berharap menemukan ruang bingkai lagi dalam mimpiku. Namun, saat aku tidur, aku tak pernah bermimpi ruang bingkai lagi. Saat aku membuka mataku, hanya ada waktu yang telah berlalu. Tapi, aku membenci ruang kosong itu, jadi kapanpun aku terbangun, aku berusaha mengingat apakah aku memimpikan sesuatu.
Tahukah kau? Betapa menyeramkan hal itu? Kalau aku tetap tertidur dan tak pernah terbangun, itu akan jadi akhir riwayatku. Tidak, aku hanya berakhir menjadi ketiadaan, tanpa tahu kalau riwayatku sudah berakhir. Aku bahkan tak tau kalau sekarang aku sudah tiada. Itulah kematian.

RianaSeptiani.
Cerita pendek ini hanya terinpirasi dari manga Tales Of the Unusual, namun banyak perbedaan dari segi tokoh dan jalan cerita.